
Mengapa dalam APBN tercantum data penerimaan pajak? Mungkin ini masih jadi pertanyaan sebagian orang. Temukan jawaban mengapa data penerimaan pajak tercantum APBN di sini.
Apakah Anda salah satunya yang masih mempertanyakan hal yang sama?
Jawabannya singkat, itu karena pajak adalah salah satu sumber pendapatan negara.
Penjelasan lebih lanjut mengenai alasan mengapa data penerimaan pajak tercantum dalam APBN, selengkapnya Mekari Klikpajak akan mengulasnya.
Mengapa Data Penerimaan Pajak Tercantum APBN
Pajak merupakan sumber penerimaan atau pendapatan yang dapat diperoleh secara terus-menerus dari rakyat dan dikembangkan secara optimal sesuai kebutuhan pemerintah, pembangunan fasilitas serta kondisi masyarakat.
Dana yang diterima negara dari pajak akan disimpan dalam kas negara.
Uang pajak itu, nantinya akan digunakan untuk pengeluaran belanja pemerintah yang tersusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Uang pajak yang tersusun dalam APBN ini ditujukan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, sebagaimana tujuan pendirian awal negara ini yaitu mennyejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang berdasarkan kepada keadilan sosial.
Sumber-sumber penerimaan pajak, diantaranya:
- Pajak Penghasilan (PPh), yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang diatur dalam Undang-Undang No. 42 tahun 2009
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), diatur dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 2009
- Bea Meterai yang diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 1985
Semua sumber – sumber penerimaan pajak itu secara otomatis masuk dalam kas negara yang akan digunakan untuk membiayai segala keperluan negara berdasarkan APBN yang telah direncanakan.
Itu jawaban mengapa data penerimaan pajak tercantum dalam APBN.
Penerimaan pajak tercantum APBN
APBN adalah?
APBN yang merupakan singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara merupakan sebuah wadah yang digunakan oleh pemerintah untuk mengatur keuangan negara.
Caranya, dengan mengalokasikan dana tersebut ke dalam daftar belanja sehingga pemerintah memiliki landasan dalam membelanjakan anggaran, serta supaya tidak terjadi penyimpangan dan pemborosan dalam implementasi anggaran tersebut.
APBN dibuat sebagai anggaran untuk periode satu tahun.
Sebelum diimplementasikan, daftar anggaran dalam bentuk rancangan ini harus disetujui terlebih dahulu oleh DPR.
Ketika APBN yang diajukan oleh Kementerian Keuangan RI tidak disetujui DPR, maka sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pemerintah akan menggunakan APBN tahun sebelumnya.
Tujuan Utama APBN
Berikut ini beberapa tujuan utama APBN:
1. Memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara.
2. Menghimpun pendapatan negara untuk menciptakan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi, prinsip kebersamaan, keadilan, efisiensi, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian, untuk mencapai Indonesia yang aman, damai, adil, dan demokratis.
3. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
4. Menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Pajak merupakan pilar utama penerimaan negara, bahkan sekitar 70% pengeluaran negara dibiayai dari pajak.
Sedangkan APBN merupakan anggaran penerimaan dan pengeluaran negara.
Mengingat pajak merupakan penerimaan negara yang paling besar, maka jumlah pajak yang diterima harus termaktub dalam APBN.
Tak hanya itu, karena fungsi pajak sebagai anggaran, maka uang yang diperoleh negara dari pajak digunakan untuk membiayai anggaran pengeluaran negara.
Dengan begitu, penerimaan pajak dan pengeluarannya harus ditulis dalam APBN.
Baca Juga: Ketahui Undang-Undang Perpajakan Terbaru dalam UU Cipta Kerja
Pendapatan Negara dalam APBN
Struktur APBN terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara, keseimbangan primer, surplus/defisit anggaran, dan pembiayaan.
Adapun yang menjadi faktor penentu postur APBN adalah pendapatan negara, belanja negara dan pembiayaan. Pendapatan negara dapat diperoleh dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak.
Sementara postur belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah, sedangkan pembiayaan terbagi atas pembiayaan dalam negeri dan luar negeri.
Perencanaan dan penganggaran APBN dilakukan pada tahun sebelum anggaran tersebut dilaksanakan (APBN t-1) misal untuk APBN 2021 dilakukan pada tahun 2020 yang meliputi dua kegiatan yaitu, perencanaan dan penganggaran.
Seperti dijelaskan sebelumnya, pendapatan negara bisa didapat melalui penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak.
Lalu, seberapa besar penerimaan negara dari perpajakan?
Penerimaan perpajakan untuk APBN bisa melalui kepabean dan cukai yang dipungut oleh Ditjen Bea Cukai, penerimaan pajak yang dipungut oleh Ditjen pajak, dan penerimaan negara dari hibah.
a. Target Penerimaan dalam APBN 2021
Berdasarkan data APBN 2021, berikut rincian target penerimaan negara dari pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta hibah:
- Target Pendapatan Negara dalam APBN 2021 sebesar Rp1.743,6 triliun
- Penerimaan Perpajakan dalam APBN 2021 ditagrtekan sebesar Rp1.444,5 triliun
- Penerimaan negara dari PNBP dalam APBN 2021 sebesar Rp298,2 triliun
- Target penerimaan negara dari Hibah dalam APBN 2021 sebesar Rp0,9 triliun
Penerimaan perpajakan tahun 2021 tumbuh 2,9 persen dengan fokus pada kebijakan yang mendukung pemulihan ekonomi dan melanjutkan reformasi.
Pada 2020, perpajakan diperkirakan terkontraksi 9,2 persen sebagai dampak pandemi Covid-19.
Sedangkan untuk 2021, ditargetkan pajak tumbuh sebesar 2,9 persen seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi.
Pada APBN tahun 2021, PPN dan PPnBM diproyeksikan meningkat sejalan membaiknya prospek perekonomian, perbaikan administrasi pajak, dan implementasi pajak atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PSME)
Selain melalui penerimaan perpajakan, pendapatan negara juga didapatkan melalui penerimaan negara bukan pajak.
Berdasarkan data APBN 2021, penerimaan negara bukan pajak mencapai Rp298,2 triliun. Angka tersebut didapatkan melalui:
- PNBP SDA (Sumber Daya Alam) Rp104,1 triliun
- Pendapatan BLU (Badan Layanan Umum) Rp58,8 triliun
- Pendapatan KND (Kekayaan Negara Dipisahkan) Rp26,1 triliun
- PNBP Lainnya Rp109,2 triliun
b. Target Belanja Negara dalam APBN 2021
Berdasarkan data APBN 2021, Belanja Negara tercatat sebesar Rp2.750,0 triliun.
Untuk Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp795,5 triliun dan transfer ke Daerah serta Dana Desa sebesar Rp795,5 triliun.
Belanja Pemerintah Pusat diarahkan untuk menjadi momentum transisi menuju adaptasi kebiasaan baru secara bertahap, menyelesaikan permasalahan di sektor kesehatan, ekonomi, dan sosial yang dihadapi Indonesia pasca-pandemi Covid-19, serta penguatan reformasi untuk keluar dari middle income trap.
Ilustrasi pembiayaan APBN
Pembiayaan Negara dalam APBN
Selanjutnya, Klikpajak akan membahas tentang pembiayaan negara dalam APBN. Total Belanja Pemerintah Pusat untuk 2021 sebesar Rp1.954,5 trilun.
Besaran pembiayaan negara ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni asumsi dasar makro ekonomi, kebijakan pembiayaan, kondisi dan kebijakan lainnya.
Pembiayaan negara terbagi menjadi 2 jenis pembiayaan yakni:
1. Pembiayaan dalam negeri
Pembiayaan dalam kategori ini meliputi pembiayaan perbankan dalam negeri dan pembiayaan non perbankan dalam negeri.
Contohnya, hasil pengelolaan aset, pinjaman dalam negeri neto, kewajiban penjaminan, surat berharga negara neto, dan dana investasi pemerintah.
2. Pembiayaan luar negeri
Ini meliputi penarikan pinjaman luar negeri, yang terdiri dari Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek, penerusan pinjaman, dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri, baik itu yang jatuh tempo dan moratorium.
Kementerian Keuangan RI selama ini berupaya transparan dan mengefektifkan penggunaan APBN.
Ini diyakinkan dalam kalimat pembuka di situs resmi Kementerian Keuangan yakni “APBN adalah uang kita. Uang rakyat Indonesia yang digunakan sebesar-besarnya demi kesejahteraan masyarakat Indonesia”.
Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang APBN penetapannya dilakukan oleh DPR.
Selanjutnya berdasarkan persetujuan DPR, Rancangan UU APBN ditetapkan menjadi UU APBN.
Penetapan UU APBN ini diikuti dengan penetapan Keppres mengenai rincian APBN sebagai lampiran UU APBN dimaksud.
Kegiatan pelaksanaan APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini kementerian/lembaga (K/L).
Adapun tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan bersamaan dengan tahap pelaksanaan APBN, 1 Januari-31 Desember.
Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan pemerintah yang terdiri dari laporan realisasi anggaran (LRA), neraca, dan laporan arus kas, serta catatan atas laporan keuangan.
Bicara soal laporan APBN dan transparansi, Kementerian Keuangan dalam situs resminya mencantumkan beberapa data yang bisa diakses oleh publik.
Berikut ini cara untuk mengaksesnya:
- Silakan masuk ke website kemenkeu.go.id
- Klik ‘APBN Kita’
- Selanjutnya akan muncul Informasi APBN Kita, misalnya 2020 atau 2019.
- Di bagian ini, masyarakat bisa melihat ‘APBN Kita’ setiap bulannya.
Jika masyarakat ingin mengetahui ‘APBN Kita’, misalnya untuk November 2020, tinggal klik “Lihat”, maka akan muncul data terkait APBN November 2020.
Jadi, sudah tahu ‘kan mengapa data penerimaan pajak tercantum dalam APBN?
Setelah memahami mengenai mengapa data penerimaan pajak tercantum dalam APBN, berikutnya adalah sebagai Wajib Pajak (WP) yang memiliki tanggung jawab sebagai warga negara yang berkomitmen membangun bangsa dan negara, sudah sepatutnya memenuhi kewajiban perpajakan dengan baik.
Agar urusan melakukan administrasi perpajakan mulai dari menghitung, membayar dan melaporkan pajak Anda lebih mudah, gunakan aplikasi pajak online Klikpajak.id.
Klikpajak.id adalah Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) atau Application Service Provider (ASP) mitra resmi Ditjen Pajak yang disahkan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ/2018.