Daftar Isi
6 min read

Penagihan Pajak: Seluk Beluk dan Informasi Lengkapnya

Tayang 07 Feb 2020
Last updated 19 Juli 2024
Penagihan Pajak: Seluk Beluk dan Informasi Lengkapnya
Penagihan Pajak: Seluk Beluk dan Informasi Lengkapnya

Masyarakat negara membutuhkan berbagai macam jenis pembangunan sarana serta prasarana, mulai dari wisata, pendidikan, infrastruktur, sosial, dan lain sebagainya. Pembangunan itu jelas membutuhkan dana yang tidak sedikit. Lalu, dari mana dana tersebut diperoleh? Jawabannya adalah pajak atau pungutan yang diambil negara dari rakyat sesuai dengan ketentuan dan peraturan. Pajak menjadi modal dan sumber dana pelaksanaan pembangunan nasional. Karena fungsi tersebut, kehadiran pajak menjadi penting dan diatur dalam regulasi yang mendetail.

Aliran pungutan pajak yang terhambat akan membawa masalah untuk banyak orang. Ini dikarenakan pajak yang terhambat, sama saja dengan menghambat pembangunan sosial untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Itu sebabnya negara berlaku tegas lewat perundang-undangan agar aliran pajak dapat mengalir sesuai dengan target. Kita bisa dengan mudah melihat contoh-contoh pajak yang ada di kehidupan sehari-hari.

Mulai dari Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penghasilan, Pajak Pendapatan Negara, dan lain sebagainya. Beragam jenis pajak tersebut akan dialokasikan pada bidang terkait, sehingga dapat digunakan secara tepat-guna. Apabila pajak telah diatur sedemikian rupa, maka tugas selanjutnya terletak di Pundak warga negara untuk membayarnya secara tepat waktu.

Sayangnya realita tidak selalu sesuai dengan ekspektasi. Masih ada pihak-pihak yang melanggar ketentuan serta peraturan tentang pembayaran pajak. Misalnya, sengaja melewatkan masa penagihan pajak dan tidak membayarnya secara tepat waktu dengan berbagai alasan. Apakah Anda tahu, bahwa penundaan pembayaran pajak dengan sengaja dapat berujung pada hukuman yang tidak mengenakkan. Seorang pelanggar aturan pembayaran pajak atau penunggak pajak, dapat disandera dan/atau dikenai tuntutan penyitaan aset serta harta kepemilikannya. Agar tidak terkena masalah seperti itu, maka lebih baik kita mengenal seluk beluk mengenai penagihan pajak serta info lengkapnya.

Penagihan Pajak terdiri dari tiga jenis disertai konsekuensi-konsekuensi yang berbeda

Tidak serta-merta penunggak pajak akan diperlakukan secara sama karena persamaan status. Ada tiga jenis penagihan pajak di mana masing-masing berbeda satu sama lainnya. Konsekuensi dari perlakuan tersebut pun tidak bisa dipukul rata. Berikut ini ulasannya.

a. Penagihan Pajak Aktif

Penagihan Pajak Aktif sangat berbeda dibandingkan dua jenis penagihan lainnya. Sebenarnya penagihan aktif baru akan dilaksanakan ketika penagihan pajak jenis ke dua (Penagihan Pajak Pasif) telah dijalankan sebelumnya. Fiskus bebarengan dengan juru sita pajak berperan aktif ketika terjadi tindakan sita dan lelang dalam jenis Penagihan Pajak Aktif.

b. Penagihan Pajak Pasif

Direktorat Jenderal Pajak cuma mengeluarkan Surat Tagihan Pajak atau disingkat sebagai STP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau SKPKB, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pembetulan, Surat Ketetapan Keberatan, serta Putusan Banding yang mengakibatkan utang penunggak pajak menjadi lebih besar. Inilah yang disebut dengan Penagihan Pajak Pasif.

Pada jenis penagihan pajak ini, fiskus cuma memberi informasi ke wajib pajak kalau ia memiliki utang pajak. Informasi lebih jauh yang disampaikan olehnya adalah pelunasan terhadap hitungan pajak tersebut memiliki tenggat waktu satu bulan, dimulai dari terbitnya STP atau surat sejenis. Baru ketika wajib pajak melewatkan masa waktu pembayaran satu bulan, fiskus akan melakukan penagihan pajak aktif.

c. Penagihan Seketika dan Sekaligus

Ada penagihan pajak dengan metode tanpa memperhatikan tanggal jatuh tempo. Penagihan jenis inilah yang disebut dengan Penagihan Seketika dan Sekaligus. Fiskus dan juru sita pajak tidak memperhatikan tanggal jatuh tempo untuk melakukan penagihan, seperti yang dijelaskan di awal paragraf. Mereka juga menagih untuk semua jenis pajak, termasuk masa dan tahun pajak. Cara ini adalah bentuk antisipasi agar penagihan dapat berjalan lancar, apabila pihak wajib pajak disinyalir memiliki utang pajak yang tidak bisa ditagih. Pada kondisi lebih lanjut, bila wajib pajak memang tidak bisa membayar ketika terjadi penagihan, pihak fiskus dan juru sita pajak akan memberikan kesempatan hingga masa jatuh tempo.

Bagaimana proses penagihan pajak?

Penagihan pajak tidak bisa dilakukan serta merta dengan datang ke kediaman wajib pajak dan mengambil setoran pajak. Direktorat Jenderal Pajak telah mengatur seperti yang dikatakan di awal artikel, tindakan-tindakan atau proses dalam melakukan penagihan pajak. Bagaimana proses penagihan pajak? Berikut ini langkah-langkahnya.

a. Pengiriman surat teguran

Surat ini sengat dibuat sebagai upaya peringatan agar wajib pajak mengetahui berapa normal wajib pajak yang harus ia bayar. Surat teguran atau surat peringatan merupakan upaya awal penagihan pajak dengan niatan pemberitahuan terlebih dahulu. Surat teguran akan sampai di tangan wajib pajak ketika ia telah melewati masa jatuh tempo selama tujuh hari dan belum melakukan pembayaran. Surat teguran merupakan peringatan halus dalam proses penagihan pajak. Tujuannya adalah menghindari penyitaan secara paksa.

b. Surat paksa

Surat paksa merupakan proses kelanjutan dari surat teguran yang dikirimkan setelah lewat 21 hari dari tanggal jatuh tempo. Bila surat paksa telah sampai di tangan penunggak pajak, maka ia hanya memiliki waktu selama dua kali dua puluh empat jam untuk melunasi tunggakannya. Bila pelunasan tidak dilakukan, akan terjadi berbagai macam pemblokiran seperti rekening, akses transportasi, bahkan juga penyanderaan. Mungkin terkesan sebagai sebuah tindakan kasar, namun tindakan penyanderaan baru bisa dilakukan ketika penunggak pajak diragukan itikad baiknya. Penerbitan surat paksa juga memiliki ketentuan lain seperti utang pajak haruslah mencapai nominal seratus juta rupiah, baru surat ini bisa diterbitkan dengan biaya dua puluh lima ribu rupiah.

c. Surat sita

Surat sita akan diterbitkan ketika penunggak pajak telah menerima surat paksa selama dua hari penuh, dan tidak melakukan pembayaran utang pajak. Penerbitan surat sita dikenai biaya sebesar tujuh puluh lima ribu rupiah. Penyitaan sifatnya bukan mengganti utang pajak dengan hasil penjualan barang sitaan. Barang sitaan berstatus sebagai jaminan yang bertujuan agar si penunggak pajak bersedia membayar pajak untuk menebus barang-barang yang disita tersebut. Barang sitaan dianggap sebagai jaminan.

Penunggak pajak tetap dapat memiliki barang-barang miliknya yang telah disita, kembali. Asalkan ia dapat melunasi utang pajaknya sebelum 14 hari, dimulai dari hari di mana barang-barang miliknya disita. Kondisi akan berbeda bila penunggak pajak belum mampu melunasi utang setelah 14 hari tersebut, di mana barang-barang sitaan akan diumumkan sebagai barang lelang. Proses penyitaan tidak bisa asal dilakukan. Harus ada dua saksi yang menyaksikan juru sita pajak melakukan tugasnya. Dua saksi tersebut haruslah dianggap telah cukup dewasa dengan dibuktikan oleh usia, kenal dengan juru sita, warga negara Indonesia, dan dapat dipercaya.

d. Lelang

Lelang akan dilakukan setelah lewat masa jatuh tempo dari diterbitkannya surat sita.

 

Penagihan pajak akan menjadi kadaluarsa, jika telah melampaui batas waktu penagihan

Batas waktu penagihan adalah lima tahun, terhitung mulai dari penerbitan dasar penagihan pajak. Setelah kedaluwarsa, penagihan pajak tidak bisa dilakukan karena hak penagihan atas utang pajak tersebut dinyatakan gugur. Untuk mempermudah perihal penagihan pajak, gunakan aplikasi Klikpajak. Telah tersedia berbagai informasi aktual mengenai pajak dalam Klikpajak. Selain itu, Klikpajak akan membuat berbagai aktivitas yang berhubungan dengan pajak menjadi lebih efisien. Yuk, segera coba gunakan Klikpajak

Kategori : Edukasi
Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak
Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak
WhatsApp Hubungi Kami