Mulai tanggal 1 Juli 2018, Pemerintah memberlakukan peraturan baru tentang pajak UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
Salah satu ketentuan barunya adalah Wajib Pajak yang dikenai Pajak UMKM saat bertransaksi dengan pemotong atau pemungut pajak, wajib mengajukan permohonan Surat Keterangan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Surat Keterangan Wajib Pajak UMKM dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 ini berbeda dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) yang diatur dalam PP Nomor 46 Tahun 2013. Berikut ini akan dijelaskan mengenai Surat Keterangan bagi Wajib Pajak UMKM.
Kegunaan dari Surat Keterangan
Wajib Pajak yang telah melakukan transaksi dengan pemotong pajak atas PPh Final tarif sebesar 0,5% terutang mendapatkan Surat Keterangan. Pelunasan pajak terutang yaitu dengan cara dipotong atau dipungut oleh pemotong atau pemungut pajak.
Contoh:
UD Sonaria Lestari adalah suatu usaha yang bergerak di bidang perdagangan alat pertukangan dan berstatus Wajib Pajak UMKM. UD Sonaria Lestari menerima omzet sebesar Rp60.000.000 pada bulan Oktober 2017. Transaksi yang tercatat pada tanggal 15 Oktober 2018 kepada Dinas Pekerjaan Umum Kota Bogor yang merupakan pemotong pajak.
UD Sonaria Lestari dikenakan PPh Final sebesar 0,5% dan dilunasi dengan cara dipotong oleh dinas tersebut di atas sebesar Rp60.000.000 × 0,5% = Rp300.000. Atas transaksi tersebut, UD Sonaria Lestari menerima Surat Keterangan Wajib Pajak UMKM.
Aturan SKB Disamakan dengan Surat Keterangan
Berikut ini adalah aturan untuk masa peralihan antara bulan Juli hingga Desember 2018.
- Wajib Pajak yang telah memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) atau legalisir SKB berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 dan telah lunas melakukan penyetoran PPh serta dapat menyerahkan bukti penyetoran PPh, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a) SKB atau legalisasi SKB statusnya dipersamakan kedudukannya dengan Surat Keterangan dan berlaku hingga akhir tahun pajak 2018.
b) Pemotong atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan atau pemungutan PPh.
- Wajib Pajak yang telah menerima penerbitan SKB atau legalisasi SKB berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, namun tidak dapat menyerahkan bukti penyetoran PPh, akan berlaku ketentuan:
a) SKB atau legalisasi SKB statusnya dipersamakan kedudukannya dengan Surat Keterangan dan berlaku hingga akhir tahun pajak 2018.
b) Pemotong atau pemungut pajak melakukan pemotongan atau pemungutan PPh.
Persyaratan Permohonan Surat Keterangan
Wajib Pajak dapat mengajukan Surat Keterangan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau dalam hal lain ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak wajib melampirkan Surat Kuasa khusus sesuai dalam pasal 32 UU KUP.
- Wajib Pajak UMKM telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan terakhir sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
- Memenuhi kriteria sebagai Subjek Pajak yang dikenakan UMKM.
Jangka Waktu Penerbitan Surat Keterangan
Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar atas nama Dirjen Pajak menerbitkan Surat Keterangan atau Surat Penolakan permohonan atas Surat Keterangan paling lama 3 hari kerja sejak permohonan dari Wajib Pajak diterima.
Apabila jangka waktu telah terlewati, permohonan Surat Keterangan dianggap telah diterima dan Kepala KPP menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu 1 hari kerja setelah jangka waktu 3 hari telah terlewati. Namun apabila Wajib Pajak menerima surat penolakan, maka dapat mengajukan permohonan kembali selama memenuhi persyaratan.
Berlakunya Surat Keterangan
Surat Keterangan akan berlaku secara resmi sejak diterbitkan dengan jangka waktu sesuai Pasal 5 PP Nomor 23 Tahun 2018, kecuali:
-
- Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan memilih untuk dikenai PPh berdasarkan Ketentuan Umum PPh, dan/atau
- Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagai subjek pajak yang dikenai PPh berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018.
Demikian penjelasan mengenai ketentuan Surat Keterangan Wajib pajak UMKM PP Nomor 23 Tahun 2018 serta perbedaannya dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) yang diatur dalam PP Nomor 46 Tahun 2013.