Tak sedikit karyawan yang menjalankan usaha sampingan, muldai dari berjualan online, membuka jasa freelance, hingga mendirikan usaha kecil-kecilan. Namun, perlu diketahui bahwa penghasilan dari usaha sampingan tidak lepas dari kewajiban pajak, meskipun penghasilan utama telah dipotong PPh 21 oleh perusahaan.
Mekari Klikpajak akan membahas secara lengkap mengenai ketentuan pajak bagi karyawan yang punya usaha sampingan, untuk memudahkan Anda memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar.
Peraturan Pajak bagi Karyawan Punya Usaha Sampingan
Beberapa regulasi yang menjadi dasar hukum dalam pengenaan dan pelaporan pajak bagi karyawan yang punya usaha sampingan di antaranya:
- Undang-Undang No, 7 Tahun 2021, yang menjadi fondasi utama sistem perpajakan terbaru, termasuk pengenaan tarif dan ketentuan pajak penghasilan orang pribadi.
- Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2022, yang menjelaskan pengenaan pajak atas UMKM, termasuk ketentuan omzet yang tidak dikenail PPh.
- Peraturan Menteri Keuangan No. 164 Tahun 2023, yang mengatur angsuran pajak penghasilan pasal 25 bagi wajib pajak yang tidak menggunakan skema final.
- PMK No. 168 Tahun 2023, yang menetapkan skema baru penggunaan TER untuk pegawai tetap.
Baca Juga:Â Hak, Kewajiban, dan Pajak Karyawan Kena Layoff
Ketentuan Pajak bagi Karyawan Punya Usaha Sampingan
Beberapa ketentuan perpajakan yang perlu diperhatikan oleh karyawan punya usaha sampingan di antaranya:
1. Tidak perlu punya NPWP usaha terpisah
Seluruh penghasilan, baik dari pekerjaan tetap maupun usaha sampingan, wajib dilaporkan menggunakan NPWP pribadi (NIK-NPWP).
Tidak perlu membuat NPWP baru atas nama usaha atau perusahaan pribadi, selama masih dalam bentuk usaha perorangan.
2. Penghasilan dari dua sumber wajib dilaporkan
Karyawan yang memiliki usaha sampingan dianggap memiliki dua sumber penghasilan, yakni:
- Gaji dari pemberi kerja: dikenai PPh Pasal 21, dan sudah dipotong oleh perusahaan tempat bekerja.
- Penghasilan dari usaha: dapat dikenai PPh Final UMKM atau PPh Pasal 25 (angsuran pembayaran pajak penghasilan), terantung pada skema perpajakan yang digunakan.
Keduanya wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan pribadi karena berasal dari satu wajib pajak (NPWP yang sama).
3. Omzet di bawah Rp500 juta dibebaskan dari pajak
Berdasarkan PP 55 Tahun 2022, karyawan yang menjalankan usaha pribadi tidak dikenai pajak penghasilan dari usahanya jika omzetnya dalam satu tahun tidak melebihi Rp500 juta. Artinya:
- Rp500 juta pertama: bukan objek pajak (tidak kena pajak sama sekali)
- Omzet selebihnya: dikenai PPh Final 0,5%
Contoh:
Jika omzet usaha sampingan Rp800 juta/tahun, maka:
– Rp500 juta tidak dikenai pajak
– Rp300 juta dikenai PPh Final 0,5% = Rp1,5 juta
Baca Juga:Â Bagaimana Cara Membuat Bupot PPh 21 Karyawan?
Penghitungan PPh Karyawan yang Punya Usaha
Tuan A yang masih lajang saat ini bekerja di PT BBB dan tidak memiliki tanggungan dengan gaji bersih Rp130 juta. Selain itu, Tuan A juga punya usaha sampingan kedai kopi dengan omzet Rp5 miliar setahun dengan biaya operasional sebesar Rp2,5 miliar (fiskal) dan angsuran PPh 25 sebesar Rp30 juta/bulan.
1. Pajak dari penghasilan tetap sebagai karyawan
Penghasilan neto setahun: Rp130.000.000 |
PTKP (TK/0) untuk wajib pajak pribadi: Rp54.000.000 |
Penghasilan Kena Pajak: Rp130.000.000 – Rp54.000.000 = Rp76.000.000 |
PPh Pasal 21 Terutang: |
5% x Rp60.000.000 = Rp3.000.000 |
15% x Rp16.000.000 = Rp2.400.000 |
Jumlah pajak dipotong oleh PT BBB: Rp3.000.000 + Rp2.400.000 = Rp5.400.000 |
2. Pajak dari usaha sampingan
Penghasilan neto dalam negeri dari pekerjaan: Rp130.000.000 |
Penghasilan neto dalam negeri dari usaha: |
= Rp5.000.000.000 – Rp2.500.000.000 = Rp2.500.000.000 |
Total penghasilan neto: Rp130.000.000 + Rp2.500.000.000 = Rp2.630.000.000 |
PTKP (TK/0): Rp54.000.000 |
Penghasilan kena pajak: Rp2.630.000.000 – Rp54.000.000 = Rp2.576.000.000 |
PPh terutang: |
5% x Rp60.000.000 = Rp3.000.000 |
15% x Rp200.000.000 = Rp30.000.000 |
25% x Rp250.000.000 = Rp62.500.000 |
30% x Rp2.066.000.000 = Rp619.800.000 |
Jumlah: Rp715.300.000 |
Kredit pajak: PPh Pasal 21 + PPh Pasal 25 |
= Rp5.400.000 + Rp300.000.000 = Rp305.400.000 |
PPh kurang bayar: PPh terutang – kredit pajak |
= 715.300.000 – 305.400.000 = Rp409.900.000 |
- PPh kurang bayar sebesar Rp305.400.000 harus dilunasi sebelum melaporkan SPT Tahunan.
- Bukti pembayaran berupa SSP (Surat Setoran Pajak) dilampirkan pada formulir SPT Tahunan.
- Tuan A dapat menggunakan jenis formulir SPT 1770Â untuk pelaporan ini.
Baca Juga: Contoh penghitungan pajak penghasilan dari berbagai macam profesi
Cara Lapor SPT Tahunan Karyawan Punya Usaha
Berikut langkah-langkah cara melaporkan SPT Tahunan bagi karyawan yang punya usaha sampingan:
1. Masuk ke Coretax DJP, kemudian klik ‘Lapor’, pilih e-Filing, dan klik ‘Buat SPT’.
2. Jawab pertanyaan sistem sesuai kondisi:
- ‘Ya’ untuk penghasilan dari pekerjaan.
- ‘Ya’ untuk penghasilan dari usaha.
3. Pilih formulir SPT 1770.
5. Masukkan penghasilan dari pekerjaan tetap (berdasarkan bukti potong 1721-A1) dan penghasilan dari usaha.
6. Unggah dokumen pendukung, klik ‘Simpan’ dan ‘Kirim SPT’.
Kesimpulan
Bagi karyawan yang memiliki usaha sampingan, penting untuk memahami bahwa semua penghasilan yang diperoleh tetap memiliki konsekuensi perpajakan. Meski penghasilan utama telah dipotong pajak oleh perusahaan pemberi kerja, penghasilan dari usaha juga harus dilaporkan secara mandiri.
Kabar baiknya, pemerintah memberikan insentif berupa pembebasan pajak bagi omzet usaha hingga Rp500 juta per tahun, sesuai PP 55/2022. Namun demikian, kewajiban elaporan tetap berlaku, meskipun tidak ada pajak yang harus dibayar.
Dengan memahami ketentuan terbaru dan mengikuti prosedur pelaporan yang benar, Anda sebagai wajib pajak karyawan sekaligus pengusaha, dapat mengelola keuangan pribadi dan usaha dengan lebih tenang serta terhindar dari sanksi.
Referensi
Database Peraturan JDIH BPK. ‘Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan‘
Database Peraturan JDIH BPK. ‘Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan‘
Database Peraturan JDIH BPK. ‘Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 164 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pengenaan PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh oleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan Kewajiban Pelaporan Usaha untuk Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak‘
Database Peraturan JDIH BPK. ‘Peraturan Menteri Keuangan No. 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa atau Kegiatan Orang Pribadi‘