Penghasilan neto fiskal dan Penghasilan Kena Pajak merupakan dua hal yang sangat penting dalam menghitung besarnya pajak penghasilan (PPh) yang terutang. Bagi Wajib Pajak Badan, penghasilan neto fiskal pada umumnya sama dengan penghasilan kena pajak. Sedangkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Anda berhak untuk mengurangi sejumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari penghasilan neto fiskal dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak. Namun bagi Wajib Pajak dalam negeri, tarif PPh Pasal 17 diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dalam menghitung PPh terutang. Untuk penjelasan lebih lengkapnya, langsung saja simak informasi berikut ini.
Penghasilan Neto Fiskal
Apa yang dimaksud dengan penghasilan neto fiskal? Lalu apa perbedaan antara penghasilan neto fiskal dengan penghasilan neto komersial? Bagi Wajib Pajak yang menggunakan pembukuan, yang dimaksud penghasilan neto fiskal adalah penghasilan neto komersial, ditambah dengan koreksi fiskal positif, lalu dikurangi koreksi fiskal negatif. Sedangkan penghasilan neto komersial adalah laba bersih basis akrual yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun menurut standar akuntansi keuangan. Secara sederhana, cara menghitung penghasilan neto fiskal berdasarkan penghasilan neto komersial adalah seperti contoh berikut:
- Penghasilan neto komersial Rp6.000.000.000
- Rekonsiliasi fiskal:
- (+) koreksi fiskal positif Rp500.000.000
- (-) koreksi fiskal negatif (Rp400.000.000)
- Penghasilan neto fiskal Rp6.100.000.000
Dari pengertian dan contoh penghitungan penghasilan neto fiskal di atas, maka dapat dilihat bahwa penyelenggaraan pembukuan (akuntansi) sangat penting dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Hingga saat ini, wajib pajak badan sudah diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Dan di masa mendatang, wajib pajak pribadi terutama yang menjalankan usaha dan pekerjaan bebas, juga diperkirakan akan semakin sulit untuk menghindar dari kewajiban penyelenggaraan pembukuan.
Metode Penghitungan Penghasilan Neto Fiskal
Untuk menghitung keuntungan atau penghasilan neto dalam rangka perhitungan PPh terutang, terdapat beberapa cara yang telah diatur dalam Undang-undang PPh 1984:
- Penghasilan neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang bisa dibagi lagi menjadi orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas dan orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas. Bagi wajib pajak yang melakukan usaha/pekerjaan bebas maka penghasilan neto yang diterima dari kegiatan usahanya dapat dihitung menggunakan metode norma penghitungan penghasilan neto. Atau bisa juga dilakukan dengan cara menghitung laba neto secara akuntansi yang disesuaikan secara fiskal. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha, penghasilan neto dihitung sesuai dengan selisih antara penghasilan bruto dengan biaya yang diperkenankan secara diskal untuk menjadi faktor pengurang.
- Penghasilan neto bagi Wajib Pajak Badan, dihitung sesuai dengan prinsip pembukuan berdasarkan prinsip akuntansi yang telah direkonsiliasi menurut ketentuan fiskal. Yaitu berupa laporan laba rugi dan telah direkonsiliasi secara fiskal.
Norma Penghitungan Penghasilan Neto Fiskal
Wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto kurang dari Rp4.800.000.000 dari penghasilan yang tidak dikenai PPh final wajib melakukan pencatatan. Dalam sistem perpajakan di Indonesia, yang dimaksud pencatatan adalah pencatatan peredaran bruto yang dilakukan secara tertib atau rapi. Sebagai contoh, seorang dokter harus mencatat penghasilan yang diterimanya di setiap bulan. Pencatatan tersebut bisa digunakan sebagai alternatif dari pembukuan untuk menghitung penghasilan neto fiskal. Cara menghitung penghasilan neto fiskal dengan dasar pencatatan adalah sebagai berikut ini:
Penghasilan neto = Norma penghitungan (%) × Peredaran bruto
Contoh:
- Dr. Martha menerima peredaran bruto sejumlah Rp250.000.000 dari praktik dokter umum yang dilakukannya. Berdasarkan PER-17/PJ/2015, norma penghitungan untuk praktik dokter umum adalah 50%. Maka penghasilan neto fiskal dr. Martha adalah Rp125.000.000.
- Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk wajib pajak pribadi tidak kawin adalah Rp54.000.000. Maka penghasilan kena pajak dr. Martha untuk diterapkan atas tarif PPh pasal 17 adalah Rp125.000.000 – Rp54.000.000 = Rp71.000.000.
- Besarnya PPh terutang Dr. Martha adalah Rp5.650.000, dihitung dari (Rp50.000.000 x 5%) + (Rp21.000.000 x 15%)
Diperbolehkannya penggunaan pencatatan dan norma penghitungan penghasilan neto fiskal seperti contoh di atas dimaksudkan untuk memudahkan wajib pajak pribadi, khususnya yang menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak dikenai PPh Final, dalam memenuhi kewajiban perpajakan.