Daftar Isi
17 min read

Rekonsiliasi Fiskal PPh Badan: Begini Contoh Hitungannya

Tayang 02 Jan 2022
Rekonsiliasi Fiskal PPh Badan: Begini Contoh Hitungannya

Rekonsiliasi fiskal bisa disebut hal yang gampang-gampang susah dalam bidang perpajakan. Mempelajarinya pun rasanya lebih pas jika langsung menggunakan studi kasus rekonsiliasi fiskal PPh Badan agar lebih mudah melakukan pelaporan pajak online.

Pengertian rekonsiliasi fiskal sendiri artinya langkah untuk mencocokan ketika ada hal yang berbeda antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan menurut fiskal.

Bagi Wajib Pajak (WP) Badan, seringnya akan selalu bersinggungan dengan yang namanya rekonsiliasi fiskal ini.

Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana penghitungan dalam rekonsiliasi fiskal pada laporan keuangan perusahaan.

Sehingga proses pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Badan dapat berjalan lancar.

Sebagai gambaran, berikut Mekari Klikpajak berikan contoh hitungan dalam rekonsiliasi fiskal PPh Badan,

Contoh Kasus Rekonsiliasi Fiskal PPh Badan

PT AAA adalah sebuah perusahaan di Jakarta dan bergerak di bidang penyewaan mesin penyedot minyak serta alat-alat berat lainnya.

PT AAA melakukan pembukuan dengan metode akrual, dan menggunakan mata uang rupiah dalam setiap transaksinya.

Tahun pembukuan dimulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2020. Sedangkan data direksi perusahaannya seperti berikut:

Baca juga: Wajib Pajak Badan, Begini Cara Menghitung PPh Badan yang Mudah

Pak Kelik (Komisaris, NPWP 06.456. 321.1-042.000)

Pak Jak (Direktur Utama, NPWP 06.456.333.1-043.000).

Adapun pemegang saham PT AAA:

Pak Kelik memiliki saham 50%,

PT BBB dan Pak Jak masing-masing memiliki saham 30% dan 15%.

Berikut laporan laba/rugi PT AAA pada 2020 untuk rekonsiliasi fiskal pph badan:

No Keterangan Jumlah Komersial
1 Penjualan bruto Rp240.000.000.000
2 Potongan penjualan -Rp10.000.000.000
3 Retur penjualan -Rp15.000.000.000
4 Penjualan neto (1+2+3) Rp215.000.000.000
5 Harga pokok penjualan (HPP) -Rp125.000.000.000
6 Laba kotor (4+5) Rp90.000.000.000
7 Biaya umum
a Gaji karyawan, THR, bonus Rp15.750.000.000
b Asuransi BPJS karyawan Rp3.250.000.000
c Perjalanan dinas Rp2.125.000.000
d Perlengkapan kantor Rp3.075.000.000
e Biaya Listrik Rp2.575.000.000
f Biaya internet dan telepon Rp1.427.000.000
g Piutang ragu-ragu Rp927.500.000
h Sewa mesin Rp2.825.000.000
i Biaya perbaikan Rp1.927.000.000
j Royalti Rp1.755.500.000
k Pengangkutan Rp4.127.500.000
l Penyusutan Rp3.090.000.000
m Pemasaran Rp3.277.500.000
n Biaya lain-lain Rp3.227.500.000
o Jumlah biaya (a +…+ n) -Rp47.207.500.000
8. Laba usaha (6 – 70) Rp42.792.500.000
9 Pendapatan (beban) luar usaha:
a Dividen PT ABC (penyertaan 15%) Rp297.500.000
b Dividen PT  DEF (penyertaan 30%) Rp475.000.000
c Keuntungan penjualan saham Rp299.700.000
d Penjualan gudang Rp225.000.000
e Persewaan Rp637.000.000
f Bunga pinjaman Bank GHI -Rp790.000.000
g Kerugian selisih kurs -Rp625.000.000
h Laba cabang pabrik di Thailand Rp275.000.000
i Rugi cabang pabrik di Taiwan -Rp977.000.000
j Dividen dari CCC.Ltd., Singapura Rp325.000.000
k Jumlah pendapatan (beban) luar usaha (a +…+ j) Rp141..700.000
11 Laba sebelum pajak (8+9k) Rp42.934.200.000

Serahkan urusan pembukuan akuntansi keuaran perusahaan dengan cara mudah bersama aplikasi laporan keuagan online Jurnal.id.

Baca juga: Apa itu Account Payable dan Account Receivable Adalah

Berikut ini beberapa informasi tambahan:

1. PT AAA mengantisipasi retur penjualan dengan menggunakan metode cadangan retur penjualan. Adapun retur penjualan yang akhirnya terealisasi pada 2020 sebanyak Rp11.250.000.000.

2. Perhitungan HPP:

No Keterangan Jumlah komersial (Rp)
1 Penggunaan bahan baku Rp48.000.000.000
2 Penggunaan bahan pendukung Rp17.500.000.000
3 Gaji dan upah pegawai Rp 32.000.000.000
4 Penyusutan alat produksi Rp9.075.000.000
5 Biaya lain-lain perusahaan Rp13.675.000.000
6 Biaya produksi (1+5) Rp120.250.000.000
7 Barang produksi dalam proses tahap awal Rp11.500.000.000
8 Barang produksi dalam proses tahap akhir -Rp5.500.000.000
9 Harga pokok produksi (6+7+8) Rp126.250.000.000
10 Barang produksi jadi tahap awal Rp11.000.000.000
11 Barang produksi jadi tahap akhir Rp12.250.000.000
12 HPP (9+10+11) Rp125.000.000.000

Keterangan:

a. Perusahaan menggunakan metode “harga perolehan (FIFO) atau net realis the Value (NRV) mana yang paling rendah” untuk penilaian persediaan bahan baku produksi.

Keterangan Harga perolehan  NRV
Persediaan awal Rp22.500.000.000 Rp23.750.000.000
Persediaan akhir Rp21.500.000.000 Rp20.500.000.000

b. Gaji dan upah termasuk PPh Pasal 21 ditanggung peruhsaan sebesar Rp2.125.000.000.

c. Biaya penyusutan secara fiskal berdasarkan penghitungan biaya penyusutan terkait produksi Rp9.842.500.000.

d. Biaya lain-lain termasuk biaya perawatan kendaraan pribadi pemegang saham dalam hal ini Pak Kelik Rp500.000.000.

3. Biaya umum administrasi dan penjualan:

a. Biaya gaji, THR, dan bonus terdapat PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan Rp275.000.000 dan gaji asisten rumah tangga para direksi Rp100.000.000.

b. Biaya premi asuransi karyawan terdapat biaya asuransi jiwa pemegang saham Rp225.000.000.

c. Biaya perjalanan dinas yang didukung dengan bukti dan berhubungan dengan kegiatan usaha adalah Rp375.000.000.

d. Biaya listrik termasuk listrik rumah dinas para direksi perusahaan Rp112.500.000.

e. Beban piutang ragu-ragu yang dihapuskan secara fiskal Rp152.500.000.

f. Biaya penyusutan aset tetap yang dialokasikan ke biaya usaha secara fiskal Rp6.376.250.000.

g. Rincian biaya lain-lain:

No. Keterangan Jumlah Komersial
1. Biaya pelatihan komputer anak Pak Kelik Rp162.500.000
2 Denda dan bunga Surat Tagihan Pajak (STP) Rp77.500.000
3 Pajak Bumi dan Bangunan kantor Rp27.500.000
4 Faktur pajak tidak lengkap: pembelian perlengkapan kantor Rp8.500.000
5 Faktur pajak tidak lengkap: suku cadang kendaraan dinas Rp9.000.000
6 Faktur pajak tidak lengkap: suku cadang kendaraan karyawan Rp5.000.000
7 Biaya jamuan tamu tidak ada daftar normatif Rp162.500.000
8 Biaya jamuan tamu yang ada daftar normatif Rp377.500.000
9 Sumbangan Hari Karyawan Rp250.000.000
10 Sumbangan ke Yayasan Pemuda Karya Rp112.500.000
11 Sumbangan pada karyawan dalam bentuk natura Rp62.500.000
12 Jumlah biaya lain-lain (1+…+11) Rp1.125.000.000

4. Pendapatan (biaya) lain-lain:

a. Pendapatan dividen dari PT A yang dilaporkan setelah dipotong PPh Pasal 23, sedangkan dari PT B tidak dipotong PPh Pasal 23.

b. Keuntungan penjualan investasi saham berasal dari transaksi penjualan melalui Bursa Efek Indonesia, setelah dipotong PPh Final 0,1%. Jumlah keuntungan penjualan gudang sebelum dipotong PPh final.

c. Pendapatan sewa berasal dari pendapatan sewa truk PT DDD setelah dipotong PPh Pasal 23.

d. Rugi selisih kurs dihitung sesuai standar akuntansi keuangan (SAK) yang berlaku.

e. Pajak yang dipotong atas penghasilan di Thailand Rp47.500.000.

f. Pajak yang dibayar di Singapura atas dividen yang diterima dari CCC Ltd., sebesar Rp112.500.000.

5. PPh Pasal 22 impor yang dipungut Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) selama 2020 sebesar Rp225.000.000.

Baca juga: Pelajari Seluk Beluk SPT PPh Pasal 22 dan Cara Menghitung Pajaknya

6. PPh Pasal 25 yang telah dibayar pada Januari-November 2020 Rp6.600.000.000. Selain itu, telah diterbitkan STP PPh Pasal 25 oleh KPP setempat pada 10 Februari 2020 untuk masa pajak Desember 2020 sebesar Rp677.500.000 (termasuk denda dan bunga Rp77.500.000) dan jumlah tersebut sudah dibayar oleh PT AAA.

Ilustrasi rekonsiliasi fiskal PPh Badan

Jawaban Penghasilan Kena Pajak dari Rekonsiliasi Fiskal PPh Badan

Berdasarkan data-data di atas, dapat dihitung penghasilan kena pajak untuk tahun pajak 2020 dengan melakukan rekonsiliasi fiskal PPh badan.

Dari hasil rekonsiliasi fiskal akan diketahui berapa jumlah PPh terutang tahun pajak 2020, apakah akan berstatus kurang bayar atau lebih bayar.

Integrasi Jurnal.id dan Klikpajak.id mempermudah urusan rekonsiliasi fiskal PPh Badan

Selain itu, dapat dihitung pula besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun pajak 2021.

Berikut ini tabel rekonsiliasi fiskal PT AAA Tahun Pajak 2020:

No Keterangan Komersial Koreksi Fiskal Fiskal
1 Penjualan bruto Rp240.000.000.000 Rp240.000.000.000
2 Potongan penjualan -Rp10.000.000.000 -Rp10.000.000.000
3 Retur penjualan1 -Rp15.000.000.000 Rp3.750.000.000 -Rp11.250.000.000
4 Penjualan Neto (1+2+3) Rp215.000.000.000 Rp3.750.000.000 Rp218.750.000.000
5 HPP2 -Rp125.000.000.000 Rp2.857.500.000 -Rp122.142.500.000
6 Laba kotor (4+5) Rp90.000.000.000 Rp6.607.500.000 Rp96.607.500.000
7 Biaya usaha 3 -Rp47.207.500.000 Rp540.750.000 Rp46.666.750.000
8. Penghasilan neto dari usaha (6+7) Rp42.792.500.000 Rp7.148.250.000 Rp49.940.750.000
9 Penghasilan dari luar usaha (sebelum dipotong PPh):
a Deviden dari PT ABC Rp297.500.000 Rp52.500.000 Rp350.000.000
b Deviden dari PT DEF Rp475.000.000 -Rp475.000.000 Rp0
c Keuntungan penjualan saham Rp299.700.000 -Rp299.700.000 Rp0
d Keuntungan penjualan gudang Rp225.000.000 -Rp225.000.000 Rp0
e Sewa Rp637.000.000 Rp13.000.000 Rp650.000.000
f Total Penghasilan dari luar usaha (a+..+e) Rp1.934.200.000 -Rp934.200.000 Rp1.000.000.000
10 Biaya dari luar usaha:
a Bunga pinjaman dari bank -Rp790.000.000 -Rp750.000.000
b Rugi selisih kurs -Rp625.000.000 -Rp625.000.000
c Total biaya dari luar usaha (a+b) -Rp1.415.000.000 -Rp1.415.000.000
11 Penghasilan neto dari luar usaha (9f+10c) Rp519.200.000 -Rp934.200.000 -Rp415.000.000
12 Penghasilan neto dalam negeri (8+11) Rp43.311.700.000 Rp6.214.050.000 Rp49.525.750.000
13 Penghasilan neto luar negeri:
a Laba rugi pabrik cabang Thailand Rp275.000.000 Rp47.500.000 Rp322.500.000
b Rugi cabang pabrik Taiwan -Rp977.500.000 Rp977.500.000 Rp0
c Deviden dari CCC Ltd., Rp325.000.000 Rp112.500.000 Rp437.500.000
d Total Penghasilan neto luar negeri -Rp377.500.000 Rp1.137.500.000  Rp760.000.000
14 Jumlah Penghasilan neto (12+13d) Rp42.934.200.000 Rp7.351.550.000 Rp50.285.750.000
15 Kompensasi kerugian tahun lalu
16 Penghasilan kena pajak (14-15) Rp42.934.200.000 Rp1.470.310.000 Rp50.285.750.000
17 PPh badan terutang
a Fasilitas pasal 31E UU PPh
1) Penghasilan kena pajak ([Rp4,8 M/1]x16) Rp5.028.575.000
2) PPh terutang (50%x25%xa1) Rp628.571.875
b Tanpa fasilitas pasal 31 E UUPPh
1)   Ph kena pajak (16 – a1) Rp45.257.175.000
2)   PPh terutang (25% x b1) Rp11.314.293.000
c Total PPh terutang (a2+b2) Rp11.942.865.000
18 PPh yang dipotong/dipungut pihak lain
a PPh Pasal 22 (5) Rp225.000.000
b PPh Pasal 23 (5) Rp65.500.000
c PPh Pasal 24 4e-4f Rp151.406.000
d Total PPh dipotong/dipungut pihak lain (a+b+c) Rp441.906.000
19 PPh harus dibayar sendiri (lebih bayar) Rp11.500.959.000
20 PPh dibayar sendiri
a PPh pasal 25e Rp6.600.000.000
b STP PPh Pasal 25 (hanya pokok pajak) Rp600.000.000
c Total PPh dibayar sendiri Rp7.200.000.000
21 PPh kurang (lebih) dibayar Rp4.300.959.000

Ketahui juga tentang pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 & Tarif Pajak PPh 23

Penjelasan rekonsiliasi fiskal PT AAA dari informasi tambahan:

Muncul koreksi positif Rp3.750.000.000 (Pasal 9 ayat [1] huruf c UU PPh) karena penggunaan retur penjualan yang terealisasi Rp11.250.000.000.

Sebab penggunaan metode cadangan retur penjualan tidak diperbolehkan, sehingga biaya terkait tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Penghitungan HPP:

  1. Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan.

Metode yang diperbolehkan secara fiskal adalah metode rata-rata (weighted average) atau mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama (FIFO).

Saldo awal persediaan secara akuntansi tidak dikoreksi karena sesuai dengan harga perolehan.

Sedangkan saldo akhir persediaan, harus dikoreksi fiskal karena tidak sesuai dengan harga perolehan.

Saldo persediaan akhir yang diperbolehkan adalah Rp21.500.000.000 sehingga muncul koreksi positif Rp1.000.000.000 (Pasal 10 ayat 6 UU PPh).

Angka pembelian diperoleh dari rumus:

Pembelian = pemakaian bahan baku + saldo akhir bahan baku – saldo awal akhir bahan baku.

  1. Biaya PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan pada gaji dan upah tidak dapat menjadi biaya pengurang penghasilan bruto.

Sehingga muncul koreksi sebesar Rp2.125.000.000 (Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh).

  1. Diketahui biaya penyusutan secara fiskal yang dimasukkan ke harga pokok penjualan adalah Rp9.842.500.000.

Sehingga muncul koreksi positif sebesar Rp767.500.000 (Pasal 6 ayat (1) huruf b dan Pasal 11 UU PPh).

  1. Biaya perawatan kendaraan pribadi Pak Kelik sebesar Rp500.000.000 dalam biaya lain-lain tidak dapat jadi pengurang.

Sebab merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham (Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh).

Berikut ini penghitungan HPP secara fiskal berdasarkan koreksi fiskal tersebut:

No Keterangan Komersial Koreksi fiskal Fiskal
1 Saldo awal bahan baku Rp22.500.000.000 Rp22.500.000.000
2 Pembelian Rp46.000.000.000 Rp46.000.000.000
3 Saldo akhir bahan baku (2a) Rp20.500.000.000 -Rp1.000.000.000 -Rp21.500.000.000
4 Pemakaian bahan baku (1+2+3) Rp48.000.000.000 -Rp1.000.000.000 Rp48.000.000.000
5 Pemakaian bahan penolong Rp17.500.000.000 Rp17.500.000.000
6 Gaji dan upah (2b) Rp32.000.000.000 -Rp2.125.000.000 Rp29.875.000.000
7 Penyusutan (2c) Rp9.075.000.000 Rp767.500.000 Rp9.842.500.000
8 Biaya lain-lain (2d) Rp13.675.000.000 -Rp1.000.000.000 Rp12.675.000.000
9 Biaya produksi (4+ …8) Rp120.250.000.000 -Rp2.857.500.000 Rp120.250.000.000
10 Barang dalam proses awal Rp11.500.000.000 Rp11.500.000.000
11 Barang dalam proses akhir Rp5.500.000.000 -Rp5.500.000.000
12 Harga pokok produksi (9+10+11) Rp126.250.000.000 -Rp2.857.500.000 Rp123.392.478.00
13 Barang jadi awal Rp11.000.000.000 Rp11.000.000.000
14 Barang jadi produksi -Rp12.250.000.000 -Rp12.250.000.000
15 HPP (12+13+14) Rp125.000.000.000 -Rp2.857.500.000 Rp22.142.500.000

Koreksi biaya umum, administrasi, dan penjualan:

1. Pada komponen biaya gaji, THR, dan bonus ada biaya yang tidak dapat dikurangkan.

Biaya tersebut adalah biaya PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan sebesar Rp275.000.000 dan biaya gaji asisten rumah tangga para direksi perusahaan Rp100.000.000.

Total keduanya Rp175.000.000 harus dikoreksi dari biaya usaha (Pasal 9 ayat (1) huruf e dan h UU PPh).

2. Biaya asuransi jiwa pemegang saham sebesar Rp225.000.000 tidak bisa menjadi biaya fiskal, sehingga harus dikoreksi (Pasal 9 ayat (1) huruf b UU PPh).

3. Dari total biaya perjalanan dinas Rp2.125.000.000, hanya Rp375.000.000 yang didukung bukti dan berhubungan dengan kegiatan perusahaan.

Sehingga muncul koreksi Rp1.750.000.000 (Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh).

4. Biaya listrik untuk rumah dinas para direksi sebesar Rp112.500.000 dikoreksi karena tidak diperbolehkan dikurangkan dari penghasilan bruto (Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh).

5. Dari total piutang tak tertagih Rp927.500.000, hanya Rp152.500.000 yang dihapus secara fiskal.

Dalam hal ini diasumsikan telah memenuhi ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh.

6. Biaya penyusutan yang diperkenankan secara fiskal Rp6.376.250.000, lebih besar dari jumlah menurut komersial sebesar Rp3.090.000.000.

Sehingga muncul koreksi Rp3.286.250.000. (Pasal 6 ayat (1) huruf b dan Pasal 11 UU PPh).

7. Biaya lain-lain:

  • Biaya kursus komputer anak dari komisaris juga harus dikoreksi fiskal.

Sebab tidak berhubungan dengan biaya 3M.

Selain itu, pengeluaran ini juga dilakukan untuk kepentingan pribadi.

Ssehingga tidak boleh menjadi biaya fiskal (Pasal 6 ayat (1) huruf h dan Pasal 9 ayat (1) huruf i UU PPh).

  • Biaya denda dan bunga STP harus dikoreksi fiskal

Sebab sanksi administrasi meliputi bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangan-undangan di bidang perpajakan tidak boleh jadi biaya (Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh).

  • Biaya PBB kantor tidak dikoreksi karena berhubungan dengan biaya 3M perusahaan.

Begitu juga dengan biaya pajak selain PPh dapat dibebankan secara fiskal (Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh).

  • Biaya pajak masukan perlengkapan kantor tidak perlu dikoreksi.

Sebab merupakan salah satu biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh).

Pajak Masukan suku cadang kendaraan karyawan juga tidak dikoreksi (Keputusan Dirjen Pajak No. KEP/220/PJ/2002).

Akan tetapi, untuk Pajak Masukan suku cadang kendaraan sedan dinas dikoreksi sebesar 50% dari jumlah biaya (KEP 220/2002).

  • Syarat agar biaya jamuan tamu boleh dibebankan sebagai biaya adalah dibuat daftar nominatif sesuai ketentuan yang diatur dalam Surat Ederan Dirjen Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986.

Maka, biaya jamuan tamu tanpa daftar nominatif sebesar Rp162.500.000 harus dikoreksi.

Sedangkan, biaya jamuan tamu dengan daftar nominatif tidak perlu dikoreksi.

  • Aturannya, biaya sumbangan pada dasarnya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Namun ada beberapa biaya sumbangan yang diperbolehkan.

Dalam kasus ini, biaya sumbangan Hari Karyawan tidak boleh jadi biaya.

Sebab tidak digunakan dalam rangka mendapat, menagih, dan memelihara penghasilan atau biaya 3M (Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh).

Lalu biaya sumbangan kepada Yayasan Pemuda Karya boleh secara fiskal karena termasuk sumbangan untuk membina dan memberdayakan yang disampaikan melalui yayasan (Pasal 6 ayat (1) huruf m UU PPh dan Peraturan Pemerintah No. 93 Tahun 2010).

Adapun sumbangan kepada karyawan bentuk natura dikoreksi fiskal karena merupakan pemberian natura (Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh).

Berikut penghitungan biaya-biaya lain secara fiskal:

No. Keterangan Komersial Koreksi Fiskal Fiskal
1 Biaya pelatihan komputer anak Pak Kelik Rp162.500.000 -Rp162.500.000 Rp0
2 Denda dan bunga STP Rp77.500.000 -Rp77.500.000 Rp0
3 Pajak Bumi dan Bangunan Kantor Rp27.500.000 Rp27.500.000
4 FP tidak lengkap: pembelian perlengkapan kantor Rp8.500.000 Rp8.500.000
5 FP tidak lengkap: suku cadang kendaraan dinas Rp9.000.000 Rp4.500.000 Rp4.500.000
6 FP tidak lengkap: suku cadang kendaraan karyawan Rp5.000.000 Rp5.000.000
7 Biaya jamuan tamu tidak ada daftar normatif Rp162.500.000 -Rp162.500.000 Rp0
8 Biaya jamuan tamu yang ada daftar normatif Rp377.500.000 Rp377.500.000
9 Sumbangan Hari Karyawan Rp250.000.000 -Rp250.000.000 Rp0
10 Sumbangan ke Yayasan Pemuda Karya Rp112.500.000 Rp112.500.000
11 Sumbangan pada karyawan dalam bentuk natura Rp62.500.000 -Rp62.500.000 Rp0
12 Jumlah biaya lain-lain (1+…+11) Rp1.125.000.000 -Rp589.500.000 Rp535.500.000

Berikut rekapitulasi penghitungan biaya usaha secara fiskal berdasarkan koreksi biaya usaha di atas:

No Keterangan Komersial Koreksi Fiskal Fiskal
1 Gaji, THR, Bonus (3a) Rp15.750.000.000 -Rp 375.000.000 Rp16.125.000.000
2 Asuransi karyawan (3b) Rp3.250.000.000 -Rp225.000.000 Rp2.025.000.000
3 Perjalanan dinas (3c) Rp2.125.000.000 -Rp1.750.000.000 Rp375.000.000
4 Alat kantor Rp3.075.000.000 Rp3.075.000.000
5 Listrik Rp2.575.000.000 -Rp112.500.000 Rp2.462.500.000
6 Telepon Rp1.427.000.000 Rp1.427.000.000
7 Piutang ragu-ragu Rp927.500.000 -Rp775.000.000 Rp152.500.000
8 Sewa mesin Rp2.825.000.000 Rp2.825.000.000
9 Reparasi Rp1.927.500.000 Rp1.927.500.000
10 Royalti Rp1.755.500.000 Rp1.755.500.000
11 Pengangkutan Rp4.127.500.000 Rp4.127.500.000
12 Penyusutan (3f) Rp3.090.000.000 Rp3.286.250.000 Rp6.376.250.000
13 Pemasaran Rp3.227.500.000 Rp3.227.500.000
14 Biaya lain-lain (3g) Rp1.125.000.000 -Rp589.500.000 Rp535.500.000
15 Total biaya usaha (1+ …..+14) Rp47.207.500.000 -Rp540.750.000 Rp46.666.750.000

4. Koreksi pendapatan (biaya) lain-lain:

a. Pendapatan dividen dari PT ABC yang dilaporkan setelah dipotong PPh Pasal 23 sebesar Rp297.500.000 perlu dikoreksi sebesar nilai PPh Pasal 23 yang dipotong.

Buat keperluan rekonsiliasi fiskal, jumlah yang tercantum seharusnya adalah jumlah sebelum dipotong PPh Pasal 23 (tarif 15%).

Maka, koreksi fiskalnya Rp52.500.000, yang dihitung dengan rumus: 15% x Rp297.500.000/(100%-15%).

Sedangkan penghasilan dividen dari PT DEF tidak dipotong PPh Pasal 23 karena kepemilikan saham PT AAA di PT BEF sebesar 30% (termasuk bukan objek penghasilan menurut Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh).

Oleh karena itu, jumlah dividen tersebut harus dikoreksi fiskal.

b. Keuntungan penjualan investasi saham berasal dari transaksi penjualan melalui BEI merupakan objek PPh final Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 0,1% (PP No. 41 Tahun 1994 s.t.d.d PP No. 14 Tahun 1997).

PPh yang dipotong Rp300.000 (0,1%x Rp299.700.000/(100%-0,1%), sehingga penghasilan brutonya menjadi Rp300.000.000 yang dilaporkan sebagai objek PPh final dalam lampiran SPT tahunan PPh Badan.

Sedangkan untuk keuntungan penjualan gudang juga dilakukan koreksi fiskal karena merupakan objek PPh final Pasal 4 ayat (2) dan peraturan pelaksananya (PP No. 34 Tahun 2016).

c. Jumlah pendapatan sewa truk dari PT Indotruck diketahui telah dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif 2% (Pasal 23 UU PPh).

Perlu mengetahui jumlah bruto sewa sebelum dipotong pajak untuk keperluan rekonsiliasi fiskal.

Berikut rumus menghitung jumlah tersebut:

= Rp637.000.000/(100%-2%) = Rp650.000.000

Sehingga muncul koreksi fiskal sebesar Rp13.000.000.

d. Rugi selisih kurs dihitung sesuai standar akuntansi keuangan (SAK) yang berlaku.

Rugi selisih kurs dapat dibebankan dalam penghitungan penghasilan kena pajak, dengan demikian tidak perlu dilakukan koreksi (Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh).

e. Biaya pajak yang dipotong atas penghasilan di Thailand Rp47.500.000 menjadi koreksi fiska.

Sebab laba cabang pabrik di Thailand yang dicantumkan dalam pembukuan komersial hanya sebesar Rp275.000.000 (neto setelah PPh).

Maka dari itu, dalam rekonsiliasi fiskal harus dimasukkan nilai brutonya, yaitu Rp322.500.000.

PPh yang dipotong di Thailand dapat dikreditkan sesuai mekanisme kredit pajak luar negeri sesuai Pasal 24 dan Pasal 28 UU PPh dan peraturan pelaksananya (PMK No. 192/PMK.03/2018).

Sedangkan, rugi cabang pabrik di Taiwan sebesar Rp977.500.000.

Untuk diketahui, kerugian yang dialami di luar negeri tidak dapat digabungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak (PMK 192/2018).

f. Sedangkan untuk pajak yang dibayar di Singpura atas dividen yang diterima dari CCC Ltd., sebesar Rp112.500.000 merupakan kredit PPh Pasal 24 yang dapat dilakukan dengan cara menghitung PPh badan terutang PT AA ( Pasal 24 dan Pasal 28 UU PPh, serta PMK No. 192/PMK.03/2018).

Jumlah bruto penghasilan dividen harus dicantumkan untuk kepentingan koreksi fiskal, sehingga menjadi Rp437.500.000 (Rp325.000.000 + Rp112.500.000).

Untuk penghitungan kredit pajak luar negeri berdasarkan penjelasan huruf e dan f di atas, dapat dilihat dalam tabel berikut.

No Keterangan Jumlah Komersial
1 Laba cabang pabrik di Thailand
 a Penghasilan neto luar negeri Rp322.500.000
 b PPh terutang x penghasilan neto Thailand/total penghasilan neto Rp76.593.750
 c PPh dipotong di Thailand Rp47.500.000
 d PPh Pasal 24 (b atau c, pilih yang terkecil) Rp47.500.000
2 Rugi cabang pabrik di Taiwan Rp0
3 Dividen dari CCC Ltd.,
a Penghasilan neto di Singapura Rp437.500.000
b PPh terutang x penghasilan neto Singapura/total penghasilan neto Rp103.906.250
c PPh dibayar di Singapura Rp112.500.000
d PPh Pasal 24 (b atau c, pilih yang terkecil) Rp103.906.250
 4 Total PPh Pasal 24 (1d+2+3c) Rp151.406.250

Diketahui:

Total penghasilan neto = Rp50.285.750.000

Total PPh terutang = Rp11.942.865.625

5. Kredit PPh dan bisa menjadi pengurang PPh Badan terutang di akhir tahun dari PPh Pasal 22 impor yang dipungut DJBC selama 2019 sebesar Rp225.000.000.

Begitu juga dengan PPh Pasal 23 atas sewa kendaraan sebesar Rp13.000.000 dan PPh Pasal 23 atas dividen sebesar Rp52.500.000 sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1) huruf b UU PPh.

Total kredit PPh Pasal 23 adalah Rp65.500.000.

6. Dapat mengkreditkan PPh Pasal 25 yang telah dibayar sendiri sebesar Rp6.600.000.000 (masa pajak Januari-November 2020) ataupun melalui STP untuk masa pajak Desember 2020 sebesar pokok pajak Rp600.000.000 (Pasal 28 ayat (1) huruf e UU PPh).

Untuk pembayaran denda dan bunga sebesar Rp77.500.000 hanya beban yang tidak boleh dikurangkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak, bukan merupakan uang muka PPh (Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh).

Hitung angsuran PPh Pasal 25

Ketika rekonsiliasi fiskal selesai dan diketahui total penghasilan neto pada 2020, beriktunya WP dapat menghitung besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun pajak 2021 berdasarkan informasi yang ada.

Berikut penghitungannya:

No Deskripsi Fiskal
1 Total penghasilan neto Rp50.285.750.000
2 Penghasilan neto dari penghitungan angsuran PPh Pasal 25
a Rugi (laba) pengalihan harta Rp0
b Rugi (laba) selisih kurs Rp625.000.000
c Penghasilan dividen:
– Dividen PT ABC

– Dividen CCC Ltd.,

– Total penghasilan dividen (1+2)

-Rp350.000.000

-Rp437.500.000

-Rp787.500.000

d Total penghasilan neto tidak teratur -Rp165.500.000
3 Penghasilan neto teratur (1+2d) Rp50.123.250.000
4 Kompensasi kerugian tahun lalu yang masih diperhitungkan pada 2020 Rp0
5 Penghasilan kena pajak (3-4) Rp50.123.250.000
6 PPh terutang
a Fasilitas pasal 31 E UU PPh:
– Penghasilan kena pajak ([Rp4,8 M/Rp48 M]x5) Rp5.012.327.500
– PPh terutang Rp626.540.625
b Tanpa fasilitas Pasal 31E UU PPh:
– Penghasilan kena pajak (5 – a1) Rp45.110.925.000
– PPh terutang (25% x b1) Rp11.277.731.250
c Total PPh terutang (2a+b2) Rp11.904.271.875
7 PPh yang dipotong /dipungut pihak lain Rp441.906.250
8 PPh harus dibayar sendiri (6c-7) Rp11.462.365.625
9 Angsuran PPh Pasal 25 (1/12 x #8) Rp955.197.135

Setelah urusan rekonsiliasi fiskal PPh badan rampung, selanjutnya melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang dapat dilakukan secara daring.

Agar lebih mudah lapor SPT PPh Badan, gunakan aplikasi pajak online e-Filing Klikpajak

Lapor pajak perusahaan di e-SPT Tahunan Badan Klikpajak.

Klikpajak.id adalah Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) atau Application Service Provider (ASP) mitra resi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang disahkan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ/2018.

Melalui Klikpajak, Anda dapat melaporkan SPT PPh dengan langkah-langkah yang mudah.

Setelah menyampaikan SPT Pajak, Anda akan peroleh bukti lapor dalam bentuk elektronik, yakni Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) dari DJP, yang berisi:

  • Informasi Nama Wajib Pajak (WP)
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
  • Tanggal pembuatan BPE
  • Jam pembuatan BPE
  • Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE)

Melalui Klikpajak, Anda juga akan mendapatkan NTTE resmi dari DJP sebagai bukti lapor.

Tutorial cara lapor SPT PPh B selengkapnya dapat Anda lihat berikut ini:

Ketahui Batas Waktu Bayar dan Lapor SPT Pajak

Tak perlu bingung kapan waktunya harus bayar lapor pajak untuk menghindari sanksi atau denda telat bayar dan lapor pajak.

Lebih mudah lihat semua jadwal pembayaran dan pelaporan pajak pada kalender saku di Kalender Pajak Klikpajak.

Temukan Kemudahan Urus Perpajakan Lainnya di Klikpajak

Bukan hanya fitur lapor SPT PPh saja, Anda juga dapat melakukan berbagai aktivitas perpajakan lainnya di aplikasi pajak online Klikpajak.id dengan lebih mudah.

Sebab Klikpajak memiliki fitur lengkap untuk mempermudah urusan perpajakan Anda.

Anda dapat membuat Faktur Pajak elektronik maupun Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26 hingga penyampaian SPT PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dengan cara yang simpel.

Apa saja fitur perpajakan lainnya yang semakin membuat urusan administrasi perpajakan Anda lebih efektif dan efisien?

Kategori : Manajemen Pajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak