Daftar Isi
7 min read

Peredaran Bruto WP Badan & Biaya Pengurang Penghasilan Bruto

Tayang 17 Mar 2023
Peredaran Bruto WP Badan & Biaya Pengurang Penghasilan Bruto

Peredaran bruto adalah salah satu komponen dalam penghitungan PPh WP Badan. Ketahui tentang peredaran bruto Wajib Pajak Badan, bagaimana perhitungan dan ketentuan pengurang penghasilan bruto dalam SPT Tahunan PPh Badan.

Namun pengertian peredaran bruto untuk setiap tahun pajak dalam perhitungan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan berbeda-beda karena perubahan peraturan perpajakan.

Sehingga jika hendak menghitung PPh Badan, sebaiknya pahami pengertian Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan ini supaya tidak keliru saat melakukan perhitungan Pajak Penghasilan Badan.

Lebih jelasnya, simak ulasan dari Mekari Klikpajak berikut ini.


Pengertian Peredaran Bruto

Pengertian peredaran bruto adalah semua penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan/ pengusaha.

Sedangkan pengertian peredaran bruto Wajib Pajak Badan berdasarkan ketentuan perpajakan dan perundang-undangan pajak terbagi menjadi dua, yaiu:

  1. Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
  2. Peredaran Bruto berdasarkan PP No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

PP 23/2018 ini diperuntukkan bagi Wajib Pajak Badan tertentu, dalam hal ini memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar setahun.

Tarif pada PP 23/2018 ini merupakan tarif PPh Final sebesar 0,5% yang diperuntukkan bagi para UKM (Usaha Kecil dan Menengah).

Namun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan keringanan terhadap WP Badan yang peredaran brutonya lebih dari Rp4,8 miliar tetap dapat menikmati fasilitas tarif PPh pada PP 23/2018 ini dengan masa berlaku terbatas.

Baca juga: Ingat! Wajib Pajak Badan PT Tidak Bisa Pakai PPh Final 0,5% Mulai 2021

Berikut penjelasan mengenai pengertian peredaran bruto berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya:

A. Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan Berdasarkan UU 36/2008

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2008, Peredaran Bruto adalah semua penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia.

Pendapatan tersebut meliputi:

  • Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Final
  • Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Tidak Bersifat Final
  • Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan

Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No. 36 Tahun 2008 digunakan untuk menghitung besarnya PPh Badan yang terutang bagi Wajib Pajak Badan yang tidak termasuk dalam kriteria PP 23/2018.

Contoh,

PT AAA merupakan WP Badan Perseroan Terbatas (PT) memiliki peredaran usaha bruto Tahun Pajak 2022 sebesar Rp8.000.000.000. Ini tergolong UKM.

Seperti penjelasan di atas, artinya PT AAA ini tidak termasuk yang dapat menggunakan PPh Final PP 23/2018. Maka, untuk SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2023, pajak penghasilan dihitung berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU 36/2008.

Baca juga: Tarif Pajak Penghasilan Badan dan Tarif PPh Perusahaan Terbuka itu Beda

B. Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan Berdasarkan PP 23/2018

Berdasarkan PP No. 23 Tahun 2018, Peredaran Bruto adalah dalah penghasilan atau omzet atau penghasilan bruto dari usaha, tidak termasuk:

1. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas (khusus untuk WP Badan berbentuk CV atau firma yang dibentuk oleh beberapa WP Orang Pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas).

2. Penghasilan selain dari usaha atau penghasilan luar usaha/penghasilan lain-lain.

3. Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang perpajakan.

4. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.

5. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan yang bukan objek pajak penghasilan.

Peredaran Bruto berpegang pada PP 23/2018 ini digunakan untuk perhitungan PPh Badan, yang detailnya seperti berikut:

1. Peredaran Bruto dengan pengertian tersebut digunakan untuk melihat apakah Peredaran Bruto berjumlah tidak melebihi Rp4.800.000.000

2. Jika Peredaran Bruto Tahun Pajak berjalan berjumlah tidak melebihi Rp4.800.000.000, maka perhitungan PPh Pasal 25 untuk masa pajak Januari-Desember Tahun berikutnya dihitung sebagai PPh Pasal 4 ayat (2) yakni sebesar 0,5 % dari Peredaran Bruto tersebut dengan Kode Jenis Setoran (KJS) Pajak 411128-420 (PPh Pasal 4 ayat 2).

3. Jika Peredaran Bruto Tahun Pajak berjalan berjumlah melebihi Rp4.800.000.000, maka perhitungan PPh Badan untuk Tahun berikutnya mengacu pada Pasal 17 dan 31E UU 36/2008.

Baca Juga: Ketahui objek dan subjek yang dikecualikan dari pajak penghasilan

Peredaran Bruto WP Badan dan Biaya Pengurang Penghasilan Bruto

Contoh Perhitungan Peredaran Bruto WP Badan

Setelah mengetahui dasar pengertian peredaran bruto yang digunakan WP Badan sesuai dengan status usahanya, berikutnya adalah cara perhitungannya.

Berikut contoh cara menghitung PPh badan dengan peredaran bruto Wajib Pajak Badan dari masing-masing dasar peraturannya:

A. Contoh Hitung Peredaran Bruto Sesuai UU 36/2008

PT AAA adalah perusahaan yang bergerak di bidang Jasa Pariwisata dan Produksi Tekstil. PT AAA telah terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan sejak 25  November 2021.

Peredaran Bruto yang berasal dari penjualan tiket perjalanan wisata dan produk tekstilnya untuk tahun 2022 sebesar Rp10.520.670.000.

Karena pendapatannya lebih dari Rp4,8 miliar setahun, sehingga untuk Tahun Pajak 2022 ini PT AAA harus menghitung PPh Badan berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No. 36/2008.

Rincian pendapatan PT AAA untuk Tahun Pajak 2022:

1. Pendapatan dari penjualan tiket pesawat = Rp5.110.250.000
2. Penjualan pakaian = Rp3.310.310.000
3. Penjualan lain-lain termasuk aksesoris = Rp2.100.110.000

 

Maka, penghitungan peredaran bruto dari usaha PT AAA pada Tahun Pajak 2022 seperti berikut:

1. Pendapatan dari penjualan tiket pesawat = Rp5.110.250.000
2. Penjualan pakaian = Rp3.310.310.000
3. Penjualan lain-lain termasuk aksesoris = Rp2.100.110.000 (+)
Peredaran Bruto:
Jumlah = Rp10.520.670.000

 

B. Contoh Hitung Peredaran Bruto Sesuai PP 23/2018

PT BBB merupakan perusahaan bidang Jasa Katering dan Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga. PT BBB telah terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan pada 25 November 2021.

Peredaran Bruto Tahun Pajak 2022 dari usaha katering dan penjualan perlengkapan rumah tangga ini sebesar Rp4.550.000.000.

Karena pendapatannya kurang dari Rp4,8 miliar setahun, maka untuk Tahun Pajak 2022 ini PT AAA dapat menghitung PPh Badan berdasarkan PP 23/2018.

Rincian pendapatan PT BBB untuk Tahun Pajak 2022:

1. Pendapatan dari usaha jasa katering = Rp2.500.000.000
2. Penjualan perlengkapan rumah tangga = Rp1.050.000.000
3. Penjualan lain-lain termasuk dekorasi rumah = Rp1.000.000.000

 

Maka, penghitungan peredaran bruto dari usaha PT BBB pada Tahun Pajak 2021 seperti berikut:

1. Pendapatan dari usaha jasa katering = Rp2.500.000.000
2. Penjualan perlengkapan rumah tangga = Rp1.050.000.000
3. Penjualan lain-lain termasuk dekorasi rumah = Rp1.000.000.000 (+)
Peredaran Bruto:
Jumlah = Rp4.550.000.000

 

Biaya Pengurang Penghasilan Bruto atau Peredaran Bruto

Di Indonesia, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi WP Dalam Negeri dan BUT, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk hal yang tercantum dalam poin berikut:

1. Biaya yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha.

Contohnya:

  • Biaya pembelian bahan
  • Biaya yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa seperti upah pegawai, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang
  • Bunga, sewa, dan royalti
  • Biaya perjalanan
  • Biaya pengolahan limbah
  • Premi asuransi
  • Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
  • Biaya administrasi
  • Pajak kecuali Pajak Penghasilan;

2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.

3. Iuran dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

4. Kerugian atas penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

5. Kerugian selisih kurs mata uang asing

6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia

7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan

8. Piutang yang tidak dapat ditagih dengan syarat telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

  • Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP);
  • Dan telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara;
  • Atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
  • Atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
  • Syarat telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus;
  • Atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK.

9. Sumbangan untuk penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).

10. Sumbangan yang ditujukan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Indonesia dan ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang penggunaannya diatur dengan PP.

12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan PP.

13. Sumbangan untuk pembinaan olahraga yang juga ketentuannya diatur dengan PP.

Jika WP mengalami penghasilan bruto setelah pengurangan biaya tersebut (1 – 13) mengalami kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun.

Agar lebih mudah melakukan aktivitas perpajakan, gunakan aplikasi pajak online Klikpajak.id.

Sebab Klikpajak.id memiliki fitur lengkap dan cara yang simpel untuk melakukan berbagai aktivitas perpajakan, mulai dari menghitung, membayar dan melaporkan pajak dalam satu platform.

Temukan berbagai macam fitur aplikasi pajak terlengkap hanya di Mekari Klikpajak berikut ini:

Kategori : Edukasi

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak

Mekari Klikpajak_Promo

Ikuti akun media sosial resmi dari Mekari Klikpajak